Tim Liputan Khusus Tribun Jateng menyoroti "kehidupan" narapindana selama berada di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) atau Rumah Tahanan (Rutan).
Banyak akomodasi yang mampu dengan mudah diperoleh oleh narapidana, asal ada uangnya. Iya, semua tergantung setoran kepada petugas. Hidup di Lapas mampu diatur layaknya orang menghirup udara bebas.
Berdasar legalisasi beberapa orangtua narapidana, ia harus mengeluarkan dana minimal Rp 1 juta per bulan supaya anaknya mampu hidup "tenang dan aman" dan berkecukupan selama mendekam di Lapas.
Perempuan berjilbab itu mengaku, selama setahun harus mengeluarkan biaya lebih dari Rp 12 juta untuk anaknya selama menjalani hidup di dalam penjara. Uang itu dipakai untuk keperluan "terselubung" misalnya Rp 250 ribu buat sewa kamar, Rp 50 ribu tarif listrik dan air, dan lain-lain. Belum lagi buat ninggali anaknya untuk beli kopi, mi instan, peralatan mandi, sewa tikar dan sebagainya.
Uang saku itu juga sebagian untuk jatah sipir. Ibu itu tiap mingug besuk anaknya harus siapkan dana minimal Rp 250 ribu. Belum lagi ada tarikan dana Rp 5 ribu per 10 menit jikalau ingin ngobrol dengan anaknya. Bagi kalangan pembesuk mirip dirinya memiliki istilah khusus untuk Lapas Kedungpane. Mereka biasa mengibaratkan lapas itu mirip rumah setan di pertunjukan pasar malam.
Lalu apa konsekuensinya jikalau napi tidak memperlihatkan jatah kepada petugas sipir apabila ada yang membesuk? Putri berujar, keselamatan anaknya di lapas akan terancam, mirip mampu dalam bentuk kekerasan fisik atau psikis.
Seorang mantan narapidana, sebut saja Alex membenarkan apa yang dituturkan oleh perempuan tersebut. Bahkan Alex sudah mengalami sendiri sehingga tahu betul seluk beluk kondisi dalam Lapas Kedungpane. Dia telah tiga kali menjalani hukuman dalam Lapas.
Bukan hanya sewa kamar dan akomodasi lain yang mampu didapat dengan "membayar". Bahkan untuk pesan wanita panggilan pun bisa.
Alex tercatat sudah tiga kali berpindah-pindah lapas, ialah di Pati, Jepara, dan Kedungpane. Dari ketiga daerah itu, menurutnya, yang paling nyaman ditinggali ialah di Kedungpane, karena di sana segalanya relatif lebih mudah. Mulai dari pesta sabu sampai memesan wanita untuk berafiliasi seks pun bisa.
Pernah sekali ia memesan wanita panggilan untuk berafiliasi seksual melalui perantara temannya yang berkunjung. Petugas pun terkesan tidak menghiraukannya, bahkan disediakan kamar khusus.
"Narkoba di Lapas Kedungpane kayak membeli cabai dan terasi, mudah sekali didapat. Di sana ada ruang khusus untuk berafiliasi badan. Petugas biasanya dikasih uang Rp 300 ribu plus jasa pekerja seksual," terperinci Alex kepada tribunjateng.com.
Hampir di setiap kamar tersedia televisi. Beberapa akomodasi lain pun mirip handphone, speaker aktif, tv, sampai pemanas air mampu didapat dengan mudah. Penghuni tinggal menambah biaya bulanan sekitar ratusan ribu.
"Saya bahkan pernah menjual jasa penyewaan handphone. Sampai ada tujuh HP saya. Sering juga ditemui petugas yang menggunakan tas berkeliling menjual HP dan kartu perdana. Biasanya napi narkoba dapat keistimewaan, karena lebih berduit dibandingkan dengan napi kriminal umum," imbuhnya.
Namun setiap ada pemeriksaan, Alex mengaku bingung, karena petugas selalu tahu. Sehingga, banyak sekali akomodasi mirip TV, speaker aktif, dan lain-lain itu mampu sesegera mungkin diamankan.
Buat lebih berguna, kongsi: